Makassar.tv, Asosiasi Rokok Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPRI) dan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengakui keberatan dan tidak setuju atas rencana kebijakan pembatasan merek di Indonesia. Pemerintah melakukan pembatasan merek karena mengikuti arahan World Trade Organization (WTO) yang menyatakan perlu rambu-rambu pada produk yang membahayakan kesehatan.
Ketua GAPRI Henry Najoan menjelaskan, pembatasan merk di Indonesia sudah diterapkan oleh produsen tembakau. Sejak pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2019, produsen tembakau sudah mematuhi dengan mencantumkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40 persen dari total display kemasan.
Menurutnya, tidak adil jika untuk usulan Kementerian Kesehatan yang ingin menaikkan komposisinya menjadi 90 persen harus juga direalisasikan.
“Kami selaku pelaku usaha hanya memohon agar pemerintah adil. Kepentingan pengendalian melalui peringatan kesehatan 40 persen kemasan sudah kami terima dengan berbesar hati. Jangan sampai diperluas menjadi 90 persen bahkan merencanakan kemasan polos tanpa bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Henry di Kantor Apindo, Gedung Permata Kuningan,Jakarta.
Henry menjelaskan pembatasan merk ini akan menimbulkan dampak negatif bagi konsumen dan pemerintah. Adanya aturan ini akan membuat munculnya produk-produk rokok palsu. Yang akhirnya konsumen tidak lagi bisa membedakan produk rokok asli dan palsu. Efek domino pun akan dirasakan pemerintah yakni pemasukan kas negara dari industri rokok yang kurang optimal.
“Kerugian yang paling besar akan dirasakan oleh pemerintah dan konsumen,” jelas dia. (at)
Add comment