Home » Home » Ditolak Dewan, Benarkah Perusda RPH Merugi

MAKASSAR.TV – SULAWESI, Wacana Pemerintah Kota Makassar, yang mengusulkan dibubarkanya Perusda Rumah Pemotongan Hewan (RPH), melalui rancangan raperda baru ke DPRD Kota Makassar beberapa pekan yang lalu, ternyata semakin terbuka lebar.

Kisruh Pemkot Makassar tersebut dengan usulan pembubaran Perusda RPH yang berada di Jalan Tamangapa Raya Antang, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, dikarenakan perusda tersebut selama ini merugi.

Namun, akhirnya Rancangan Peraturan Daerah (Perda) yang diajukan Pemerintah Kota Makassar perihal pembubaran Perusahaan Daerah (PD) Rumah Potong Hewan (RPH), ditolak oleh DPRD Makassar melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) beberapa hari lalu.

Dengan alasan kerugian, tidak menjadi dasar untuk pembubaran Perusda RPH. Beberapa fraksi, NasDem, Demokrat dan PKS setuju menolak dengan faktor kemanusiaan dan pelayanan, serta kedepannya RPH disusul dibentuk menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Seorang pekerja saat ditemui, Daeng Hasan mengungkapkan.

“Saya kira kalau dibubarkan, lebih kacau lagi. Karena, jika tidak adami RPH, misalnya kalau masing-masing potong hewan dirumahnya, siapa mau periksa surat dan kesehatannya tiap rumah dan kalau ada bawa barang (hewan) yang tidak jelas, kan kacau jadinya,” ucapnya, saat ditemui, Senin 9 Desember 2019 pagi.

Sambungnya, disini (RPH) kalau ada yang bawa masuk hewan dan berbagai jenisnya, mesti ada surat-suratnya.

“Kentaraji itu, kalau bulan lalu datang pasti ada tanggalnya dan disesuaikan bulan ini jika datang lagi,” katanya.

“Itu kotoran (tai) sapi, kita biasanya kumpul dan dijual karena itu mami pendapatanta disini kodong, itu kotoran bisa jadi pupuk. Sedangkan, kulit-kulitnya masuk dalam laporan, Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per lembar dihargai kulit yang basahnya. Itu juga sampai sekarang kalau masuk disini bayar parkir, motor bayar Rp 2000 dan mobil Rp 5000, itu pintu pertama dan pintu kedua yang didalamnya lain lagi, Rp 2000,” ujarnya.

Ditempat terpisah, Daeng Beta menjelaskan, waktu setahun lebih lalu mulai ada pengurangan dan pemecatan pegawai.

“Kami dsini waktu itu ada 11 orang pegawai dipecat tiba-tiba pakai surat dan nda jelas penyebabnya. Kejadiannya waktu itu sekitar bulan delapan. Makanya disini itu pasti banyak yang berpikir, pasti banyak gaji, itu kebalikannya pak. Pernah dan beberapa kali kami nda digaji selama tiga bulan, dan hanya dibayar satu bulan saja bukan tiga bulan, gaji disini itu honor Rp 1.050.000,” tuturnya.

“Mulai terasa setahun lebih yang lalu itu, RPH disini tidak ada kebaikan. Waktu saat pilwali, hingga sekarang. Banyak pekerja disini sebenarnya pak, dan hanya sukarela saja menjaga dan membersihkan ini RPH. Hingga sekarang ini juga pak, kami hanya memberi makan keluarga seadanya dan membeli beras seadanya,” ungkap Daeng Beta.

Diketahui, sebelum RPH berdiri, awalnya dinas terkait yang kelola, pembiayaan dan pemotongan harus lewat dinas dan tidak boleh ada pemotongan dipasar, para pekerja saat itu merasakan sejahtera. Dinas saat itu rutin menjaga dan memeriksa, serta ada juga penjagaan dari pihak Polsek serta TNI.

“Dirutnya RPH sejak Pak Danny Walikota hingga sekarang itu Pak Cici. Beliau anggotanya Laskar Merah Putih. Pak Cici biasanya masuk disini naik sepeda kalau subuh dan hanya sekali-kali kesini. Dulu itu waktu Dirutnya pak Sudirman, baguski, rajinki mengawasi, dalam hal kebersihan, pemotongan dan perhatian kepada kami pekerja. Setelah pak Sudirman diganti, masuk pak Luthfi dan masih baguski memimpin. Tapi, setelah pak Cici masuk jadi dirut, beginilah jadinya RPH,” terang Daeng Hasan, saat memangkas rumput untuk makan ternak.

“Sejak setahun lebih hingga sekarang, disini itu hanya begini-begini saja, segalanya terbengkalai. Disini juga itu, ikuti aturan dari bos saja, kalau bos bilang A dijawab dan dikerjakan A saja dan tidak boleh kami macam-macam. Sejak dirut yang sekarang pegang RPH, saat itu kalau ada yang masuk pasti ditanya dan dilarang, biarpun wartawan. Disini itu, banyak permainan,” ungkapnya.

Aktifitas Perusda RPH, hanya pada tengah malam hingga subuh, saat hewan ternak dibawa masuk. Daerah pemasoknya, diantaranya dari Kabupaten Bone, Sinjai, Bulukumba.

“Daerah pemasoknya biasanya dari Bone, Sinjai, Bulukumba dan daerah lain. Kalau dari Flores, hanya sekali-kaliji, itu kalau datang biasanya bawa tiap mobil 20 ekor sapi. Hampir tiap hari, malam hingga subuh, biasanya masuk sekitar 10 mobil yang mengangkut sapi. Tiap mobil, angkut sapi itu ada 5 hingga 6 ekor. Sedangkan tiap harinya itu ada 30 hingga 40 ekor sapi dipotong, sisanya itu nyusul besok-besoknya. Kalau sekarang per ekor Rp 45.000 untuk sapi yang dipotong, itu setelah pak Danny jadi Walikota, dulunya Rp 35.000,” urai Daeng Hasan.

“Ituji hingga sekarang, jika ada dirut datang pada subuh hari atau pagi hari, hanya minta setoran dari jumlah berapa yang dipotong hewan dan minta surat jumlah pemotongan. Pak Cici itu biasa datang langsung ke pak Sofyan, kordinator kami pekerja,” beber Daeng Hasan.

Setelah dari penelusuran RPH, tim makassar.tv menemui seorang warga, Ibu Aisyah.

“RPH sekarang sudah sepih, nda ramaimi, nda kayak dulu,” singkat Aisyah, ditemui diwarungnya dekat RPH.

Pemandangan RPH yang sangat miris, tampak semrawut dan tidak terurus. Mulai dari pengelolaan, prasarana hingga struktur bangunan, balok hingga atap seng yang mulai rapuh dan rusak. Kantor RPH pun tidak terpakai sebagaimana mestinya, sejak setahun lebih.

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement


COPYRIGHT © 2017 - 2021. MAKASSAR.TV ~ REDAKSI | INFO IKLAN
NEW REFERENCE | DIGITAL MEDIA & NEWS VIDEO PORTAL