MAKASSAR.TV – SULAWESI, Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan (Sulsel), mengalami pertumbuhan dalam 3 tahun terakhir, khususnya pada 2023.
Kendati begitu, daerah yang memiliki salah satu tambang nikel terbesar di Indonesia ini, belum berdampak baik terhadap ketersediaan lapangan kerja.
Pakar ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Marsuki DEA mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi di Luwu Timur tumbuh signifikan dalam 3 tahun terakhir.
Pada tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Luwu Timur berada di angka -1,39%, lalu naik menjadi 1,99% di 2022, dan naik pesat di angka 9,66% pada 2023.”Jika mengamati sumber pertumbuhan secara sektoral, disumbang oleh 3 sektor utama, yang tertinggi sektor penggalian dan pertambangan yang tumbuh mencapai 16,74 (persen), diikuti sektor pendidikan kemudian sektor pemerintahan dengan pertumbuhan masing-masing, 8,08% dan 7,67%.
Sementara sektor yang mengalami pertumbuhan negatif disumbang oleh sektor informasi dan komunikasi dengan -3,27%, Selain itu ada sektor industri pengolahan yang mengalami penurunan menjadi -2,55%.”Masalahnya, perkembangan yang tumbuh baik tersebut rupanya tidak berdampak baik terhadap ketersediaan lapangan kerja, karena pengangguran meningkat secara rata-rata, yakni dari 4,48% tahun 2022 menjadi 5,42% (2023) atau meningkat 0,94%,” terang Marsuki.
Menurut Marsuki, kondisi itu secara tidak langsung turut berdampak pada jumlah penduduk miskin. Diketahui, jumlah orang miskin di Luwu Timur mengalami kenaikan dari tahun 2022 sebesar 6,81% menjadi 6,93% di 2023.”Sehingga secara tidak langsung berdampak pada jumlah penduduk miskin.
Tampaknya hal ini dimungkinkan karena sektor basis pertanian dan sektor jasa-jasa perusahaan, serta sektor pemerintahan yang selama ini menjadi tumpuan sektor masyarakat bekerja, mengalami penurunan produktivitas, sehingga penyerapan tenaga kerja sektor tersebut berkurang,” paparnya.”Ini juga mengindikasikan bahwa tampaknya sektor penggalian dan pertambangan belum mampu menyerap tenaga kerja lokal penduduk sesuai tingkat produktivitasnya yang tinggi.
Artinya, inilah titik kritis yang ke depan harus menjadi pemikiran Pemda Lutim untuk dicarikan solusinya secara berencana,” tambahnya.Marsuki menjelaskan, pertumbuhan ekonomi semestinya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan penduduk lokal.
Menurutnya, warga lokal mesti lebih terserap dunia kerja dan bukan justru menjadi pengangguran di tengah pertumbuhan ekonomi yang baik.
“Karena secara konseptual, setiap terjadi pertumbuhan ekonomi 1% maka seharusnya dapat menyerap tenaga kerja 0,83%. Semoga ke depan kejadian ini menjadi pelajaran untuk menyiapkan strategi pembangunan yang memihak kepada kepentingan masyarakat kebanyakan Kabupaten Lutim,” pungkas Marsuki.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Luwu Timur Kamal Arsyad tak menampik ketersediaan lapangan kerja di Luwu Timur masih belum maksimal.
Dia menyebut pihaknya hingga kini masih berupaya agar penyerapan warga lokal di dunia kerja meningkat.”Secara umum kami mengakui masih ada kekurangan di lapangan terkait langkah-langkah penanganan pengangguran.
Tapi kami tetap berupaya semaksimal mungkin untuk bisa terus mendorong peningkatan penyerapan warga Lutim di sektor tenaga kerja,” ujar Kamal saat dikonfirmasi terpisah.
Kamal pun menjelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi peningkatan angka pengangguran di Luwu Timur, Pertama karena waktu survei dilakukan, sedang tidak ada kegiatan panen di persawahan atau perkebunan.”Dalam proses survei dan wawancara oleh petugas survei BPS waktu pelaksanaannya pada bulan Agustus 2022 dan 2023.
Di mana pada bulan tersebut tidak ada kegiatan panen di persawahan maupun perkebunan. Sehingga rata-rata kalangan perempuan yang menjadi objek sampling menjawab mereka tidak bekerja dan bukan menjawab sebagai petani atau pekerja kebun,” paparnya.
Dia juga menyebut terdapat sejumlah warga yang mengaku tidak bekerja meski memiliki lahan perkebunan, persawahan, ataupun kios dan lapak usaha. Sementara BPS hanya mengolah data dari hasil wawancara tatap muka dari objek survei.”Sehingga walaupun diketahui dari hasil survey bahwa warga Lutim yang bersangkutan memiliki lahan perkebunan, persawahan ataupun kios dan lapak usaha, tapi kalau mereka menjawab bahwa saat disurvei mereka tidak bekerja, maka akan tercatat sebagai warga yang tidak bekerja (pengangguran),” ujarnya.
“Ketiga, dalam perkembangan ekonomi Lutim menjadikan wilayah ini menjadi salah satu destinasi para pencari kerja dari luar wilayah Lutim yang tidak semua terserap dengan baik di dunia pekerjaan, sehingga turut berkontribusi menambah angka pengangguran di Lutim,” pungkasnya.(*)
Add comment